Negeri
Hampir Telanjang !
(Sahrul
Romadhon)
Nusantara,
Bumi Putera atau apa saja-lah nama yang lebih gagah dan berbudaya dari pada
nama Indonesia. Hari ini, sudah seharusnya nama Indonesia diganti dengan
nama-nama lain seperti Nusantara, Bumi Putera bahkan bila perlu Majapahit atau
nama-nama kerajaan yang pernah berjaya di masa lampau. Seperti halnya orang
Jawa yang mengganti nama anaknya ketika mereka uring-uringan (sakit), orang Jawa beranggapan bahwa uring-uringan dikarenakan pemberian nama
yang kurang tepat atau bahkan salah. Layaknya orang tua putera sang fajar yang
menggantikan nama Koesno Sorsrodiharjo menjadi Soekarno.
Kalau kita sadar dan mampu melihat air muka Indonesia
dengan kacamata yang bersih, yakni akan nampak bahwa Indonesia hari ini
‘sakit’. Negeri kita ini sudah terlampau lama mengenakan ‘pakaian’ yang rombeng
di tengah-tengah semudera berbadai serta terus menerus di pecut untuk berlari
dalam sebuah pacuan yang goal-nya
adalah pencapaian ekonomi global. Pencapaian ekonomi global seharusnya sudah
tercapai berpuluh-puluh tahun silam namun hal itu menjadi suatu kemustahilan
bagi Indonesia ketika anak dajal yang
dari sebuah orde dimana orde itu kita kutuk oleh mulut kita namun
praktik-praktiknya di junjung tinggi bahkan di agung-agungkan oleh ya’juj dan ma’juj Indonesia.
Negeri ini lahir bersamaan dengan lahirnya putera sang fajar. Mereka adalah master of piece dari Sang Pencipta yang
dianugerahkan untuk kaum-kaum Nusantara. Mereka diciptakan dengan segala hal
yang sama secara lahir maupun batin. Mereka mengaum seperti Harimau Sumatera,
mereka terbang tinggi seperti Burung Garuda, mereka gagah berani seperti Raden
Werkudara, mereka pula bijaksana seperti tokoh perwayangan Krishna. Berangkat
dari segala hal lahiriyah maupun batiniyah mereka, Kalau kita kaji lebih dalam,
Indonesia yang wilayahnya terbentang dari Danau Sentani di Papua sampai Danau
Toba di Sumatera Utara mengenakan satu ‘pakaian’ yang seharusnya kita jaga agar
tetap nampak suatu hal yang mencirikan keagungan bangsa. Pakaian itu adalah
Nasionalisme, Budaya, dan Demokrasi.
Budayalah yang menjadi grass-root bangsa ini. Dengan spirit Bhineka Tunggal Ika, budaya
bersatu padu dan melebur menjadi satu kesatuan dalam satu ikatan loyalitas yang
dinamakan Nasionalisme. Satu kesatuan itu melebur dalam suatu pola aksi-reaksi
yang dinamakan keadilan laa roiba fih,
keadilan laa roiba fih itu yang
sekarang kita kenal dengan sebutan demokrasi. Ibarat benda, budaya adalah
uraian-uraian benang yang berada dalam satu wadah pecah yang dinamakan
Nusantara. Uraian-uraian benang itu secara mistis bergerak dan mengikatkan diri
dengan loyalitas sehidup semati kepada pusaka sakti nan tajam yang dinamakan
nasionalisme. Dalam suatu ‘pola yang proporsional’, pusaka sakti nan tajam
mulai merajut uraian-uraian benang yang bercecer dalam koridor-koridor pola
yang proposional tersebut sehingga terlihat suatu bentuk yang kita tidak
sadari, yaitu ‘pakaian’ Indonesia.
Hari ini, patutlah kita tersadar betul akan apa yang
dikatakan Emha Ainun Nadjib alias Cak
Nun, “Bangsa ini, Bangsa Burung Garuda
atau Bangsa Burung Emprit?”. Kalau memang benar bangsa ini adalah bangsa
Burung Garuda, itu artinya, bangsa ini adalah bangsa yang besar. Namun realita
yang terjadi hari ini, ya’jud-ma’jud
mengkerdilkan bangsa ini. Mereka menjilati lautan minyak nusantara ini, mereka
mentikusi segala yang menjadi harta kekayaan nusantara ini. Kita semua tahu
bahwa segala hal yang disentuh, dimakan, dan dijilat oleh ya’juj dan ma’juj akan
menjadi bobrok , berhenti berkembang, bahkan habis. Bukan hanya harta
kekayaan nusantara yang menjadi proyek-proyek pengrusakan ya’jud dan ma’jud namun
bangsa ini pun mulai disesatkan dalam suatu sistem lingkaran setan dan dipaksa untuk
merubah pakaian kebangsaannya.
Nasionalisme di sulap menjadi babi tunggangan mereka
dalam merusak nilai-nilai budaya dalam suatu kepalsuan sistem pola yang dinamakan
demokrasi. Dan sampai hari ini, jilatan mereka berhasil membolongi ‘pakaian’
kita, negeri ini hampir telanjang dan bahkan mulai tak berbentuk. Sekarang,
kita tidak akan dapat meliahat wajah nusantara kita dan bahkan parahnya, kita
pun tidak akan dapat mengetahui akan jenis kelamin bangsa ini. Negeri kita
hampir telanjang, akan kah ada reinkarnasi putera
sang fajar untuk kembali menyulam
pakaian bumi putera ini ?!
Penulis adalah
kader IMM Komisariat Fakultas Hukum UMS 2014
0 Komentar untuk "Negeri Hampir Telanjang!"