NEGERI GILA
Oleh : Agil Arya*

Negeri ini
mememg benar-benar sudah kehilangan jati dirinya sebagai negara
pancasila, congkaknya negeri ini tidak bisa kita pungkiri lagi impian
anak-anak bangsa yang polos kini berubah, bahkan mejadi koruptor menjadi
suatu pilihan karena dengan menjadi koruptor bisa dengan mudah
jalan-jalan seenaknya, ke singapura, columbia, bahkan ke semua
negara-negara Eropa dan dengan leluasa pula bisa main wanita. Ya benar
saja apa yang dikatakan waktu itu dalam tongkrongan malam (HIK) olah
bapak-bapak separuh baya bahwa negeri ini memang negeri yang GILA,
negeri yang gila mementingkan harta, tahta dan wanita. Sangat ironi
ketika orang-orang yang jujur justru terkena gusur, artinya memang
negeri ini tak mampu lagi untuk menampung orang-orang yang jujur.
Moment
yang sebentar lagi yaitu PEMILU RAYA, dimana akan banyak para sarjana
yang bertindak layaknya orang gila, watak binatangpun terselip di setiap
insan politik, menghalalkan segala cara untuk meraih posisi teratas,
saling sikut untuk memperbanyak pengikut, mendadak bertindak simpati
untuk mengambil hati, bencanapun menjadi objek utama para politisi.
Seperti
yang dikatakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam Pengantar
“Reformasi kepemerintahan dalam menghadapi era demokrasi dan pasar
terbuka” bahwa sekarang masuk pada era demokrasi uang. Ketika berbicara
soal etika politik, bahkan ekstremitas watak politisi pun diasosiasikan
dengan “animal character”.
Etika dalam filsafat moral (Teichmen,1998)
mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika pilitik,
dengan demikian, sebaliknya. Standar baik dalam konteks politik adalah
bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kerpentingan umum.
Ketidakjelasan secara etis berbagai tindakan politik membuat fungsi
politik penyalur aspirasi rakyat tidak berjalan sesuai komitment.
Rusaknya sendi-sendi ini membuat wajah perpolitikan bangsa ini tidak
peka terhadap aspirasi rakyat, karena uang lebih dipentingkan dari pada
etika sebagai acuan dalam kehidupan politik.
Kembali lagi pada
pemilu raya 2014 yang sebentar lagi akan dilangsungkan,yang katanya akan
memakan biaya 15,4 Triliun. Bukan angka yang sedikit tentunya dan
daintara alokasi-alokasi dana yang lain ternyata juga ada alokasi dana
untuk program penguatan kelembagaan demokrasi dan perbaikan proses
politik. Kita lihat saja perbaikan yang seperti apa yang akan dibawa.
Apakah pemilu raya ini akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang
benar-benar bisa sebagai penyambung aspirasi rakyat yang jujur, amanah
dan terpercaya apakah kembali menghasilkan pemimpin-pemimpin baru yang
gila.
Dengan rahmat tuhan yang maha esa, Kami partai politik indonesia menyadari:korupsi adalah kejahatan luar biasa yang menghancurkan bangsa dan menyengsarakan rakyat. Kami,partai pilitik indonesia bertekad:mewujudkan
kehidupan berpolitik yang bebas dari praktik korupsi dan menjadikan
indonesia sebagai negeri yang bersih dari korupsi. Kami, partai politik
indonesia berjanji:berperan secara aktif dalam gerakan pemberantasan korupsi dan tiak akan melakukan korupsi (sumber:majalah tempo edisi maret:2009).
Moment
bersejarah diatas pada tanggal 25 februari 2009 adalah deklarasi anti
korupsi partai politik di gedung KPK yang ditandatangani oleh 44 partai,
termasuk partai partai besar yaitu Hanura yang ditandatangani oleh
Wiranto, PAN oleh Sutrisno Bachir, Gerindra(Suhardi), Demokrat(Amir
syamsudin), PPP(Surya dharma ali), PDI(Pramono Anung) dan PKS oleh
Tifatul sembiring, seolah olah menjadi angin lalu dan sudah lewat begitu
saja, entah lupa atau pura pura lupa, entah tuli atau benar benar tuli.
Penghianatan terhadap Tekad dan janji partai politik indonesia ini
menjadi bukti terkikisnya hati nurani para politisi.
Krisis moral,
inilah yang sedang di alami oleh bangsa ini, krisis moral inilah yang
menjadi permasalahan utama saat ini dan yang harus diperbaiki untuk
pertama kali. Bukan hanya moral para politisi negeri tapi moral penduduk
negeri ini. Para politisi kini tak canggung lagi untuk memperoleh
kekuasaannya dengan berbuat hal yang licik, begitu juga kompetisi untuk
meraih jabatan atau kekuasaan dengan akses uang yang begitu kuat, rasa
malu dan rasa bersalah dengan mudah diabaikan. Pada intinya adalah
modal, dengan modal yang banyak anggapan para politisi negeri untuk
memperoleh hati rakyatpun bisa terjadi. Tukar saja semuanya dengan uang
toh rakyat juga mau menerima dengan senang hati.
Adanya sebuah
kepentingan, para politisi didanai oleh para pemilik modal dalam sebuah
kempanyenya, agar misalkan jadi nanti pemilik modal bisa terlindungi.
Andaikan ada calon presiden dan wakil presiden yang benar ingin
memberantas korupsi, maka aku tak enggan untuk memilihnya. Persoalannya,
Regulasi yang terjadi selama mata memandang dan telinga mendengar,
bahwa tidak sedikit baik perda maupun peraturan pemerintah, hanya
mengatur persoalan kecil atau pelanggaran yang kecenderungannya
dilakukan oleh masyarakat umum (kelas bawah). koyoto: kebijakan tentang
pornografi dan prostitusi, judi, miras, dan bahkan mungkin maling
ayam.Bagaimana? super sekali bukan peraturan di negeri ini, hal sekecil
apapun tetap memiliki peraturan.Pertanyaannya, mengapa demikian? siapa
“si” yang membuat kebijakan baik tingkat pemerintah pusat maupun
propinsi dan kabupaten? Siapa saja yang kebal dengan peraturan tersebut?
Buka
hati, mata dan telinga wahai penduduk pribumi, akankah seperti ini
hingga akhir nanti?? Sisakan negeri yang benar-benar murni untuk
generasi setelah ini. Andai saja para politisi sudah tak mau untuk
disuap maka sebenarnya indonesia masih bisa untuk berharap.
*Penulis Adalah Mahasiswa FH UMS & Ketua Umum IMM Komisariat FH UMS Cabang Kota Surakarta Periode 2013/2014
0 Komentar untuk "Negeri Gila"