HUKUM PERDATA

PERJANJIAN PERKAWINAN

A.    PENGERTIAN

Jika seseorang yang hendak kawin mempunyai benda-benda yang berharga atau mengharapkan akan memperoleh kekayaan, misalnya suatu warisan, maka adakalanya diadakan suatu perjanjian perkawinan (huwelijksvoorwaarden). Perjanjian yang demikian ini menurut Undang-undang harus diadakan pada saat/sebelum pernikahan dilangsungkan dan harus diletakan dalam suatu akte notaris.
Perjanjian Perkawinan menurut pasal 29 UU No.1 Tahun 1947

Perjanjian perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh calon suami-istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.
Perbedaan perjanjian kawin dengan ijab qabul

Perjanjian kawin  tidak wajib sedangkan ijab qabul adalah wajib. Jika calon suami-istri tidak melakukan perjanjian kawin tetapi telah melakukan ijab qabul maka mereka telah melakukan perjanjian kawin yang sah.
Perjanjian kawin tidak wajib dibuat karena pejanjian kawin yang dibuat calon suami-istri untuk mengatur harta kekayaan. Harta kekayaan suami istri ada dua, yaitu :
1.      Harta bersama
Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami-istri secara bersama-sama dalam rumah tangga selam perkawinan itu berlangsung.
2.      Harta bawaan/harta asal
Harta bawaan/harta asal adalah harta yang diperoleh masing-masing suami-istri sebelum perkawinan dilangsungkan.



B.     SYARAT PERJANJIAN PERKAWINAN

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perjanjian perkawinan menurut UU No.29 Tahun 1947 adalah sebagai berikut :
1.      Dibuat pada waktu/sebelum perkawinan dilangsungkan
2.      Dalam bentuk tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan
3.      Isi perjanjian kawin tidak boleh melanggar batas-batas hukum agama dan kesusilaan
4.      Mulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan
5.      Selama perkawinan berlangsung perjanjian tidak dapat dirubah
6.      Perjanjian dimuat dalam akta perkawinan

C.    AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KAWIN

1.      Bahwa perjanjian kawin mengikat pihak suami-istri
2.      Apabila perjanjian itu melibatkan pihak ketiga maka pihak ketiga itu terikat pada perjanjian kawin yang dibuat oleh suami-istri
3.      Perjanjian kawin hanya dapat diubah dengan persetujuan pihak kedua belah pihak yaitu suami-istri dan tidak boleh merugikan kepentingan pihak ketiga selama pihak ketiga tersebut terikat pada perjanjian kawin.

D.    FUNGSI PASAL 29 UU NO.1 TAHUN 1947

Pasal 29 UU No.1 Tahun 1947 hanya mengatur perjanjian kawin yang dibuat, keabsahannya, saat berlakunya , dapat dilakukan perjanjian kawin dan bentuk perjanjian kawin. Dalam pasal ini tidak mengatur tentang materi/isi dari perjanjian kawin, isinya diserahkan pada pihak yag membuat/calon suami-istri sepanjang tidak bertentangan dengan agama, kesusilaan dan kepentingan umum.
Di dalam perjanjian kawin, bilamana tidak ada perjanjian kawin berarti terjadilah kebersamaan harta yang terbatas. Terbatas disini adalah terbatas pada harta yang diperoleh sepanjang perkawinan yang bukan berasal dari hadiah/warisan atau bukan harta asal. Akan tetapi bilamana pihak-pihak menghendaki untuk membuat suatu perjanjian kawin maka terjadilah kebersamaan harta yang menyeluruh.
Di dalam KUHPerdata dan UU NO.1 Tahun 1947 tentang harta perkawinan terjadilah perbedaan yang prinsipil dalam mengatur harta benda tersebut :
a.       KUHPerdata
Apabila suami-istri melakukan perkawinan otomatis terjadi pencampuran suami-istri baik harta asal maupun harta bersama. maka dalam KUHPerdata harta benda suami-istri dalam perkawinan disebut persatuan harta suami-istri dalam perkawinan.
b.      UU NO.1 TAHUN 1947
Apabila suami-istri melakukan perkawinan, antara harta asal dan harta bersama tidak terjadi pencampuran harta antara harta bersama dan harta asal. Harta asal masih menjadi tanggung jawab masing-masing pihak suami istri.




















Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "HUKUM PERDATA"

Diberdayakan oleh Blogger.
 
Template By Kunci Dunia
Back To Top